Selasa, 12 September 2017

NILAI-NILAI DASAR EKONOMI ISLAM

A.   Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi adalah suatu usaha untuk mendapatkan dan mengatur harta baik material maupun non-material dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik secara individu maupun kolektif, yang menyangkut perolehan, pendistribusian ataupun penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.[1] Dalam konteks ekonomi Islam, hanya saja segala aktivitas ekonomi tersebut harus didasarkan pada norma dan tata aturan ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an, Hadits, ijma’, qiyas, ‘urf, istihsan, istishhab, dan mashlahah al-mursalah, dan sebagainya.[2]
Dalam Bahasa Arab, ekonomi dinamakan al-mu’amalah al-maddiyah, yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai kebutuhan hidupnya. Disebut juga al-iqtishad, yaitu pengaturan soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya.
M. Umer Chapra, mendefinisikan ekonomi Islam dengan cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan maqashid, tanpa mengekang kebebasan individu, menciptakan ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan masyarakat.[3]

B.   Hakikat dan Dasar Ekonomi Islam
Asumsi dasar atau norma pokok dalam proses ekonomi adalah syariat Islam yang diberlakukan secara menyeluruh (kaffah atau totalitas) baik terhadap individu, keluarga, masyarakat, pengusaha, atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidup baik untuk keperluan jasmani maupun rohani. Prinsip dasar ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan akhirat oleh manusia selaku khalifah Allah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas (‘ibadah ghayr mahdhah).
Menurut M. Umer Chapra, ekonomi Islam mencakup segala hal yang diperlukan untuk merealisasikan keberuntungan (falah) dan kehidupan yang baik dalam bingkai aturan syariah yang menyangkut pemeliharaan keyakinan, jiwa atau kehidupan, akal pikiran, keturunan, dan harta kekayaan.
عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمُ يَقُوْلُ لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي كِهَا وَيُعَلِّمُهَا(رَوَاهُ الْبُخَارِيُ)
Dari Ibn Mas’ud r.a., katanya, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: :Tidak boleh iri kecuali dalam dua perkara, yaitu (kepada) orang yang diberi harta oleh Allah lalu ia menggunakan (menghabiskan)-nya dalam kebenaran dan orang yang diberi hikmah (ilmu) oleh Allah kemudian ia mengamalkannya dan mengajarkannya.[4]

C.   Hadits tentang Nilai Dasar Ekonomi Islam
Nilai-nilai dasar ekonomi antara lain dijelaskan dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudzri, yaitu:
عَنْ اَبِىْ سَعِيْدٍ الْخُذْرِيْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: اَلتَاجِرُالْاَ مِيْنُ الصَدُوْقُ مَعَ النَبِيِيْنَ وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ (رَوَاهُ التُرْمُذِيْ) وَفِى رِوَايَةِ اَحْمَدَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: اّلتَاجِرُالصَدُوْقُ اْلاَمِيْنُ مَعَالنَبِيِيْنَ وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Dari Abu Sa’id al-Khudzri r.a. katanya, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pedagang yang terpercaya, jujur akan bersama dengan para nabi, para shiddiqin, dan syuhada.”’ (HR. al-Tirmidzi). Dalam riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, “Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama dengan para Nabi, para siddiqin, dan para syuhada pada hari Kiamat”. (HR. Ahmad).
Hadits diatas menjelaskan tentang pedagang, pebisnis, atau pengusaha yang jujur lagi terpercaya nanti pada hari kiamat akan bersama dengan para nabi, para shiddiqin (orang-orang yang jujur) dan syuhada (orang-orang yang mati syahid). Dalam hadits diatas terdapat nilai-nilai dasar ekonomi, yaitu:

1. Kejujuran
Dengan aktivitas ekonomi yang dilandasi dengan kejujuran, manusia akan saling mempercayai dan terhindar dari penipuan. Kejujuran dapat membawa pada kebajikan dan kebajikan dapat membawa pada surga.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِي صِلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ: إِنَّ صِّدقَ يَهْدِي إِلَى البرِّوإِنَّ البر يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ وّإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّ يقًا. وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُورِ وَإِنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّالرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهَ كَذَّابًا (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ).
Dari Ibn Mas’ud r.a., dari Nabi SAW ia bersabda, ‘Sesungguhnya kejujuran membawa pada kebajikan dan kebajikan membawa pada surga dan sesungguhnya seseorang benar-benar jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya kebohongan membawa pada keburukan dan keburukan itu membawa pada neraka dan sesungguhnya seseorang benar-benar dusta sehingga dicatat oleh Allah sebagai pendusta. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
2.  Amanah
Orang yang tidak amanah disebut pengkhianat, termasuk salah satu ciri orang munafik.
عَنْ ‘َبْدِ اللَّهِ بنِ عَمْر وأَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمَ قَالَ: ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَا فِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَا نَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النَّفَاقِ حَتَّى يَدَ عَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَا هَدَ غَدَرَ (رَوَاهُ الْبُخَارِي)
Dari ‘Abd Allah bin Amr bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara yang barangsiapa memilikinya, maka ia benar-benar munafik dan barangsiapa memiliki sebagian dari yang empat itu, maka ia memiliki salah satu sifat kemunafikan hingga meninggalkannya, yaitu jika diberi amanat mengkhianati, jika berbicara berdusta, dan jika berjanji mengingkari. (HR. al-Bukhari).
3. Ketuhanan
Konsep ketuhanan dalam ekonomi Islam dapat digambarkan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya.
عَنْ أَبِى أَيُّوب قالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ فَقَالَ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْ نِينِى مِنَ الجَنَّةِ وَيُبَا عِدُنِى مِنَ النَّارِز قَالَ: تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيْمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَز فَلَمَّا أضدْبَرَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمَ: إِنْ تَمَسَّكَ بِمَاأُمِرَ بِهِ دَخَلَ الجَنَّةَ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Dari Ayyub r.a. katanya, seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Tunjukkan kepadaku tentang perbuatan yang dapat mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka.” Nabi bersabda, “Kamu sembah Allah dan jangan sekutukan dengan sesuatu apapun, dirikan shalat, tunaikan zakat, dan sambunglah tali persaudaraanmu.” Ketika laki-laki itu pergi, Rasulullah bersabda, “Jika ia berpegang pada apa yang diperintahkan kepadanya, maka ia akan masuk surga. (HR. Muslim)
4. Kenabian
Ada beberapa model perilaku ekonomi yang dicontohkan Nabi, misalnya cara menjual barang dengan benar, melakukan gadai, berserikat dalam bisnis, dan sebagainya juga pandangan Nabi tentang harta dan kekayaan.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَ ضِ وَلَكِنَّ الغِنَى النَّفْسِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Dari Abu Hurairah r.a. katanya, Rasulullah SAW bersabda, “(Yang disebut) kaya bukanlah karena banyaknya harta benda tetapi (yang disebut) kaya adalah kaya jiwa. (HR.Muslim)
5. Pertanggungjawaban
Manusia harus mempertanggungjawabkan segala aktivitasnya karena manusia adalah makhluk mukalaf, yaitu makhluk yang diberi beban hukum berbeda dengan makhluk lain seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, Rasulullah menyebutnya sebagai pemimpin.
عَنْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مُلُّكُمْ رَاعِ وَكُلُّكُمْ مَسْئًولٌ عَنْ رَ عِيَّتِهِ الْإِ مَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ (زَوَاهُ البُخَارِى)
Dari ‘Abd Allah bin ‘Umar ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tiap-tiap kalian adalah pemimpin dan tiap-tiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. (HR. al-Bukhari).[5]

D.   Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam
Menurut Adiwarman Karim, ada lima nilai dasar (universal) ekonomi Islam untuk menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam.
1. Ketuhanan (Keimanan/Tauhid)
Konsep ketuhanan dalam ajaran Islam ada dua, yaitu tauhid rububiyyah (berkenaan dengan Allah sebagai Tuhan, pencipta dan pengatur alam semesta) dan tauhid uluhiyyah (mengesakan Allah, tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya).  
a.  Kepemilikan (ownership)
Islam menyatakan bahwa pemilik mutlak sumber-sumber ekonomi hanyalah Allah, Dia-lah pemilik segala yang ada di langit dan di bumi. Allah berfirman:
لِلَّهِ مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَا سِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ.
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan bumi, dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. (QS. al-Baqarah: 284)
Nilai-nilai dasar ekonomi Islam yang berkaitan dengan kepemilikan adalah kebebasan individu, ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar, kesamaan sosial, adanya jaminan sosial, distribusi kekayaan secara meluas, larangan menimbun harta kekayaan, dan adanya kesejahteraan bersama.
b.  Keseimbangan (equilibrium)
Konsep ini tidak hanya berkenaan dengan timbangan kebaikan hasil usaha manusia yang diarahkan untuk dunia dan akhirat, tetapi juga terkait dengan kepentingan perorangan dan kepentingan umum yang harus dipelihara, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Keseimbangan juga berarti tidak berlebih-lebihan dalam urusan ekonomi, baik produksi, konsumsi, maupun distribusi.
وَكُلُوا وَا شْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (QS. al-Q’raf: 31)
Berdasar konsep tauhid, umat Islam hendaknya memperhatikan beberapa hal, pertama, seluruh aktivitas ekonomi tidak terlepas dari nilai-nilai ketuhanan. Artinya, apapun jenis muamalah yang dilakukan oleh seorang Muslim harus senantiasa dalam rangka pengabdian kepada Allah dan berprinsip bahwa Allah selalu mengontrol dan mengawasi tindakan tersebut. Kedua, seluruh aktivitas ekonomi tidak terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan dan dilakukan dengan mengetengahkan akhlak yang terpuji, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Ketiga, melakukan pertimbangan atas kemaslahatan pribadi dan kemaslahatan masyarakat. Jika untuk memenuhi kemaslahatan bersama harus mengorbankan kemaslahatan individu, maka hal itu boleh dilakukan.
2. Kenabian (Nubuwwah)
Nabi Muhammad adalah seorang pedagang yang dalam praktik ekonominya selalu memperhatikan hubungan harmonis antara pedagang dengan konsumen. Hal ini terlihat pada sikapnya yang tidak pernah bersitegang dengan para pembeli. Semua orang yang berhubungan dengannya selalu merasa senang, puas, yakin, dan percaya akan kejujurannya. Nilai-nilai dasar ekonomi Islam terlihat pada sifat-sifat wajib rasul yang empat, yaitu: shiddiq (benar atau jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas), tabligh (menyampaikan ajaran Islam).
3. Pemerintahan (Khilafah)
Menurut M. Umer Chapra, ada empat faktor yang terkait dengan khilafah dalam hubungannya dengan ekonomi Islam, yaitu universal brotherhood (persaudaraan universal), resource are a trust (sumber daya alam merupakan amanat), humble life style (gaya hidup sederhana), dan human freedom (kemerdekaan manusia). Keempat faktor ini merupakan penyangga khilafah sebagai wahana untuk mencapai kesejahteraan kehidupan dunia dan kesejahteraan di akhirat.
4. Keadilan (‘Adl)
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا مُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنّآ نُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِ لُوا هُوَا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا للَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Maidah: 8)
Menurut M. Umer Chapra, keadilan dalam bidang ekonomi menyangkut empat hal, yaitu need fulfilment (pemenuhan kebutuhan), respectable source of earning (sumber penghasilan yang terhormat), equitable distribution of income and wealth (distribusi penghasilan dan harta yang berkeadilan), dan growth and stability (perkembangan dan stabilitas).
Keadilan dapat menghasilkan keseimbangan dalam perekonomian dengan meniadakan kesenjangan antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan (orang miskin). Walaupun tentunya, Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi dan mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar orang-perorangan.
5.  Pertanggungjawaban (Ma’ad)
Konsep ini mengajarkan kepada manusia bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan, apapun motifnya, akan mendapat balasan. Dengan kata lain, terdapat reward dan punishment (pahala dan siksa) atas segala bentuk perbuatan manusia. Karena itu, tidak selayaknya jika manusia melakukan aktivitas duniawi, termasuk bisnis, semata-mata untuk mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan akibat negatif dari aktivitas itu di akhirat kelak.[6]

E.   Nilai Instrumental Ekonomi Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, dapat diungkap lima nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya, seperti:
1. Zakat
يَقُولُ تَصَدَّ قُوا فَسَيَأْ تِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَمْشِي الرَّ جُلُ بِصَدَ قَتِهِ فَلَا يَجِدُ
             Bersedekahlah karena akan datang suatu masa, yang mana seseorang bersedekah dan
      tidak menemukan orang yang berhak menerimanya. (HR. al-Bukhori)
Zakat memainkan peran penting dan signifikan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, dan berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumsi. Zakat juga berpengaruh terhadap pilihan konsumen dalam hal mengalokasikan pendapatannya untuk tabungan atau investasi dan konsumsi. Tujuan utama dari zakat adalah menghilangkan kesenjangan antar kelas, dan terciptanya pemerataan ekonomi bagi umat Islam yang masih belum terwujud sampai dengan sekarang.
2.  Pelarangan Riba
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ وَ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَ كَسْبِ الْأَمَةِ وَلَعَنَ الْوَا شِمَةَ وَالْمُسْتَوْ شِمَةَ وَا كِلَ الرِّبَا وَمُو كِلَهُ وَلَعَنَ الْصّوِّرَ
Rasulullah SAW melarang hasil dari jual beli darah, anjing, pekerjaan budak dan Allah melaknat orang yang membuat tato dan orang yang bertato, pemakan riba, yang memberi, dan melaknat tukan gambar. (HR. al-Bukhori)
Hakikat pelarangan riba dalam Islam adalah suatu penolakan terhadap resiko finansial tambahan yang ditetapkan dalam transaksi uang maupun jual beli yang dibebankan kepada satu pihak saja, sedangkan pihak lainnya dijamin keuntungannya.
3.  Jaminan Sosial
النَّبِيِّ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ أَوْ قَالَ لَأَ خِيْهِ مَا يُحِبُّلِنَفْسِهِ
Nabi bersabda: ‘Demi Allah yang ruh berada di kekuasaan-Nya, tidak dikatakan beriman sempurna, seseorang yang tidak mencintai tetangganya atau saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (HR. Muslim)
Hadits tersebut menganjurkan seorang Muslim agar memperhatikan dan mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, khususnya kepada tetangganya yang ada di kiri kanannya, jika tetangga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhannya maka ia berkewajiban membantunya.
4.  Kerjasama Ekonomi
كَانَ مُحَمَّدٌ يَقُولُ الْأَرْضِ عِنْدِي مِثْلُ مَالَ الْمُضَارَبَةِ فَمَا صَلُحَ فِي مَالِ الْمُضَارَبَةِ صَلُحَ فِي الْأَرْضِ وَمَالَمْ يَصْلُحْ فِي مَالِ الْمُضَارَبَةِ لَمْ يَصْلُحْ فِي الأْأَرْضِ قَالَ وَكَانَ لَا يَرَى بَأْسً أَنْ يَدْفَعُ أَرْضَهُ إِلَى الْأَكَّارِ عَلَى أَنَ يَعْمَلَ فِيْهَا بِنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَأضعْوَا نِهِ وَبَقَرِهِ وَلَا يُنْفِقَ شَيْئًا وَتَكُونَ النَّفَقَةُ كُلُّهَا مِنْ رَ بِّ الْأَرْضِ
Nabi Muhammad SAW bersabda: ‘Bagiku bumi bagaikan harta mudharabah, apa yang baik pada harta maka baik pula pada buminya, jika tidak baik maka tidak baik pula pada bumi tersebut.’ Dan Nabi bersabda: ‘Tidak ada masalah memberikan buminya pada pengelola tanah untuk digarap sendiri bersama anak, teman, dan pembantu dan sapinya, dan tidak usah memberi sedekah, yang mengeluarkan sedekah ditanggung oleh pemilik tanah. (HR. an-Nasa’i)
Islam memandang manusia mempunyai kedudukan yang sama, tidak dikenal perbedaan kelas, manusia hanya saling membantu satu sama lain dan melakukan kerjasama ekonomi.[7]

EVALUASI:
·   Ekonomi adalah perilaku-perilaku manusia dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang ada. Nilai-nilai dalam ekonomi yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi.
·   Kiblat kegiatan ekonomi meliputi: ekonomi kapitalis (kebebasan mutlak), ekonomi sosialis (kekuasaan pemerintah-Karl Marx), dan ekonomi Islam (sebagai penengah dan penyelamat).
·   Upaya pemerintah dalam membawa masyarakat Indonesia non-muslim ke dalam ekonomi Islam adalah melalui bank-bank syariah. Dari bank tersebut secara tidak langsung, masyarakat non-muslim akan pindah dan mengikuti sistem ekonomi Islam. Diciptakannya bank-bank adalah demi menghormati agama lain.





[1] Idri, Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi (Jakarta: Kharisma Putra Utama,
      2015), hal., 1.
[2] Ibid., hal. 8-9.
[3] Ibid., hal. 2-3.
[4] Ibid., hal. 4-6.
[5] Ibid., hal. 10-17.
[6] Ibid., hal. 18-33.
[7] Ilfi Nur Diana, Hadis-hadis Ekonomi (Malang: UIN MALANG PRESS, 2008), hal., 20-30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LARANGAN JUAL BELI DALAM ISLAM

A.       Larangan dalam Jual Beli Menurut Islam Rasullullah sangat melarang sikap dan perilaku negatif dalam jual beli, diantaranya adal...