A. Pengertian
Ekonomi Islam
Ekonomi adalah suatu usaha untuk
mendapatkan dan mengatur harta baik material maupun non-material dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik secara individu maupun kolektif, yang
menyangkut perolehan, pendistribusian ataupun penggunaan untuk memenuhi
kebutuhan hidup.[1] Dalam
konteks ekonomi Islam, hanya saja segala aktivitas ekonomi tersebut harus
didasarkan pada norma dan tata aturan ajaran Islam yang terdapat dalam
Al-Qur’an, Hadits, ijma’, qiyas, ‘urf, istihsan, istishhab,
dan mashlahah al-mursalah, dan sebagainya.[2]
Dalam Bahasa Arab, ekonomi
dinamakan al-mu’amalah al-maddiyah, yaitu aturan-aturan tentang
pergaulan dan perhubungan manusia mengenai kebutuhan hidupnya. Disebut juga al-iqtishad,
yaitu pengaturan soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya.
M. Umer Chapra, mendefinisikan
ekonomi Islam dengan cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan
kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya
langka yang seirama dengan maqashid, tanpa mengekang kebebasan individu,
menciptakan ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkepanjangan,
atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan masyarakat.[3]
B. Hakikat dan
Dasar Ekonomi Islam
Asumsi dasar atau norma pokok dalam
proses ekonomi adalah syariat Islam yang diberlakukan secara menyeluruh (kaffah
atau totalitas) baik terhadap individu, keluarga, masyarakat, pengusaha,
atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidup baik untuk keperluan jasmani
maupun rohani. Prinsip dasar ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan
manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. Motif ekonomi Islam
adalah mencari keberuntungan di dunia dan akhirat oleh manusia selaku khalifah
Allah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas (‘ibadah ghayr mahdhah).
Menurut M. Umer Chapra, ekonomi
Islam mencakup segala hal yang diperlukan untuk merealisasikan keberuntungan (falah)
dan kehidupan yang baik dalam bingkai aturan syariah yang menyangkut
pemeliharaan keyakinan, jiwa atau kehidupan, akal pikiran, keturunan, dan harta
kekayaan.
عَنْ ابْنِ
مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمُ يَقُوْلُ لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٍ آتَاهُ
اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي كِهَا وَيُعَلِّمُهَا(رَوَاهُ الْبُخَارِيُ)
Dari Ibn Mas’ud r.a., katanya, “Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda: :Tidak boleh iri kecuali dalam dua perkara,
yaitu (kepada) orang yang diberi harta oleh Allah lalu ia menggunakan
(menghabiskan)-nya dalam kebenaran dan orang yang diberi hikmah (ilmu) oleh
Allah kemudian ia mengamalkannya dan mengajarkannya.[4]
C. Hadits tentang
Nilai Dasar Ekonomi Islam
Nilai-nilai dasar ekonomi antara
lain dijelaskan dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudzri,
yaitu:
عَنْ اَبِىْ
سَعِيْدٍ الْخُذْرِيْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: اَلتَاجِرُالْاَ مِيْنُ الصَدُوْقُ مَعَ النَبِيِيْنَ
وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ (رَوَاهُ التُرْمُذِيْ) وَفِى رِوَايَةِ اَحْمَدَ
قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ:
اّلتَاجِرُالصَدُوْقُ اْلاَمِيْنُ مَعَالنَبِيِيْنَ وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Dari Abu Sa’id al-Khudzri r.a.
katanya, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pedagang yang terpercaya, jujur akan bersama
dengan para nabi, para shiddiqin, dan syuhada.”’ (HR. al-Tirmidzi). Dalam
riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, “Pedagang yang jujur lagi terpercaya
akan bersama dengan para Nabi, para siddiqin, dan para syuhada pada hari
Kiamat”. (HR. Ahmad).
Hadits diatas menjelaskan tentang
pedagang, pebisnis, atau pengusaha yang jujur lagi terpercaya nanti pada hari
kiamat akan bersama dengan para nabi, para shiddiqin (orang-orang yang
jujur) dan syuhada (orang-orang yang mati syahid). Dalam hadits diatas
terdapat nilai-nilai dasar ekonomi, yaitu:
1. Kejujuran
1. Kejujuran
Dengan aktivitas ekonomi yang
dilandasi dengan kejujuran, manusia akan saling mempercayai dan terhindar dari
penipuan. Kejujuran dapat membawa pada kebajikan dan kebajikan dapat membawa
pada surga.
عَنِ ابْنِ
مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِي صِلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ
قَالَ: إِنَّ صِّدقَ يَهْدِي إِلَى البرِّوإِنَّ البر يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ
وّإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّ يقًا. وَإِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُورِ وَإِنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ
وَإِنَّالرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهَ كَذَّابًا (مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ).
Dari Ibn
Mas’ud r.a., dari Nabi SAW ia bersabda, ‘Sesungguhnya kejujuran membawa pada
kebajikan dan kebajikan membawa pada surga dan sesungguhnya seseorang benar-benar
jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya
kebohongan membawa pada keburukan dan keburukan itu membawa pada neraka dan
sesungguhnya seseorang benar-benar dusta sehingga dicatat oleh Allah sebagai
pendusta. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
2. Amanah
Orang yang tidak amanah disebut
pengkhianat, termasuk salah satu ciri orang munafik.
عَنْ ‘َبْدِ
اللَّهِ بنِ عَمْر وأَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمَ قَالَ:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَا فِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ
خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَا نَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النَّفَاقِ حَتَّى يَدَ عَهَا:
إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَا هَدَ غَدَرَ (رَوَاهُ
الْبُخَارِي)
Dari ‘Abd Allah bin Amr bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara yang barangsiapa memilikinya, maka
ia benar-benar munafik dan barangsiapa memiliki sebagian dari yang empat itu,
maka ia memiliki salah satu sifat kemunafikan hingga meninggalkannya, yaitu
jika diberi amanat mengkhianati, jika berbicara berdusta, dan jika berjanji
mengingkari. (HR. al-Bukhari).
3. Ketuhanan
Konsep ketuhanan dalam ekonomi
Islam dapat digambarkan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi
tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya.
عَنْ أَبِى
أَيُّوب قالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ
فَقَالَ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْ نِينِى مِنَ الجَنَّةِ وَيُبَا
عِدُنِى مِنَ النَّارِز قَالَ: تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
وَتُقِيْمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَز فَلَمَّا
أضدْبَرَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمَ: إِنْ تَمَسَّكَ
بِمَاأُمِرَ بِهِ دَخَلَ الجَنَّةَ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Dari Ayyub
r.a. katanya, seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Tunjukkan
kepadaku tentang perbuatan yang dapat mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku
dari neraka.” Nabi bersabda, “Kamu sembah Allah dan jangan sekutukan dengan
sesuatu apapun, dirikan shalat, tunaikan zakat, dan sambunglah tali
persaudaraanmu.” Ketika laki-laki itu pergi, Rasulullah bersabda, “Jika ia
berpegang pada apa yang diperintahkan kepadanya, maka ia akan masuk surga. (HR.
Muslim)
4. Kenabian
Ada beberapa model perilaku ekonomi
yang dicontohkan Nabi, misalnya cara menjual barang dengan benar, melakukan
gadai, berserikat dalam bisnis, dan sebagainya juga pandangan Nabi tentang
harta dan kekayaan.
عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: لَيْسَ
الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَ ضِ وَلَكِنَّ الغِنَى النَّفْسِ (رَوَاهُ
مُسْلِمٌ)
Dari Abu Hurairah r.a. katanya,
Rasulullah SAW bersabda, “(Yang disebut) kaya bukanlah karena banyaknya harta
benda tetapi (yang disebut) kaya adalah kaya jiwa. (HR.Muslim)
5. Pertanggungjawaban
Manusia harus
mempertanggungjawabkan segala aktivitasnya karena manusia adalah makhluk mukalaf,
yaitu makhluk yang diberi beban hukum berbeda dengan makhluk lain seperti
binatang dan tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, Rasulullah menyebutnya sebagai
pemimpin.
عَنْ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مُلُّكُمْ رَاعِ وَكُلُّكُمْ مَسْئًولٌ عَنْ رَ عِيَّتِهِ الْإِ
مَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ (زَوَاهُ البُخَارِى)
Dari ‘Abd Allah bin ‘Umar ia
berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tiap-tiap kalian adalah
pemimpin dan tiap-tiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang
kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban
tentang kepemimpinannya. (HR. al-Bukhari).[5]
D. Nilai-nilai
Dasar Ekonomi Islam
Menurut Adiwarman Karim, ada lima
nilai dasar (universal) ekonomi Islam untuk menjadi dasar inspirasi
untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam.
1. Ketuhanan (Keimanan/Tauhid)
Konsep ketuhanan dalam ajaran Islam
ada dua, yaitu tauhid rububiyyah (berkenaan dengan Allah sebagai Tuhan,
pencipta dan pengatur alam semesta) dan tauhid uluhiyyah (mengesakan
Allah, tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya).
a. Kepemilikan (ownership)
Islam menyatakan bahwa pemilik
mutlak sumber-sumber ekonomi hanyalah Allah, Dia-lah pemilik segala yang ada di
langit dan di bumi. Allah berfirman:
لِلَّهِ مَا
فِى السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ
تُخْفُوهُ يُحَا سِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ.
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang
ada di langit dan bumi, dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau
kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatanmu itu. (QS. al-Baqarah: 284)
Nilai-nilai dasar ekonomi Islam
yang berkaitan dengan kepemilikan adalah kebebasan individu, ketidaksamaan
ekonomi dalam batas yang wajar, kesamaan sosial, adanya jaminan sosial,
distribusi kekayaan secara meluas, larangan menimbun harta kekayaan, dan adanya
kesejahteraan bersama.
b. Keseimbangan (equilibrium)
Konsep ini tidak hanya berkenaan
dengan timbangan kebaikan hasil usaha manusia yang diarahkan untuk dunia dan
akhirat, tetapi juga terkait dengan kepentingan perorangan dan kepentingan umum
yang harus dipelihara, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Keseimbangan juga berarti tidak berlebih-lebihan dalam urusan ekonomi, baik
produksi, konsumsi, maupun distribusi.
وَكُلُوا وَا
شْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
Makan dan minumlah dan jangan
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebihan. (QS. al-Q’raf: 31)
Berdasar konsep tauhid, umat
Islam hendaknya memperhatikan beberapa hal, pertama, seluruh aktivitas
ekonomi tidak terlepas dari nilai-nilai ketuhanan. Artinya, apapun jenis muamalah
yang dilakukan oleh seorang Muslim harus senantiasa dalam rangka pengabdian
kepada Allah dan berprinsip bahwa Allah selalu mengontrol dan mengawasi
tindakan tersebut. Kedua, seluruh aktivitas ekonomi tidak terlepas dari
nilai-nilai kemanusiaan dan dilakukan dengan mengetengahkan akhlak yang
terpuji, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Ketiga,
melakukan pertimbangan atas kemaslahatan pribadi dan kemaslahatan masyarakat.
Jika untuk memenuhi kemaslahatan bersama harus mengorbankan kemaslahatan
individu, maka hal itu boleh dilakukan.
2. Kenabian (Nubuwwah)
Nabi Muhammad adalah seorang
pedagang yang dalam praktik ekonominya selalu memperhatikan hubungan harmonis
antara pedagang dengan konsumen. Hal ini terlihat pada sikapnya yang tidak
pernah bersitegang dengan para pembeli. Semua orang yang berhubungan dengannya
selalu merasa senang, puas, yakin, dan percaya akan kejujurannya. Nilai-nilai
dasar ekonomi Islam terlihat pada sifat-sifat wajib rasul yang empat, yaitu: shiddiq
(benar atau jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas), tabligh
(menyampaikan ajaran Islam).
3. Pemerintahan (Khilafah)
Menurut M. Umer Chapra, ada empat
faktor yang terkait dengan khilafah dalam hubungannya dengan ekonomi
Islam, yaitu universal brotherhood (persaudaraan universal), resource
are a trust (sumber daya alam merupakan amanat), humble life style
(gaya hidup sederhana), dan human freedom (kemerdekaan manusia). Keempat
faktor ini merupakan penyangga khilafah sebagai wahana untuk mencapai
kesejahteraan kehidupan dunia dan kesejahteraan di akhirat.
4. Keadilan (‘Adl)
يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوا مُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنّآ نُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِ لُوا هُوَا أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا للَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.
Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian terhadap
suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Maidah: 8)
Menurut M. Umer Chapra, keadilan
dalam bidang ekonomi menyangkut empat hal, yaitu need fulfilment
(pemenuhan kebutuhan), respectable source of earning (sumber penghasilan
yang terhormat), equitable distribution of income and wealth (distribusi
penghasilan dan harta yang berkeadilan), dan growth and stability
(perkembangan dan stabilitas).
Keadilan dapat menghasilkan
keseimbangan dalam perekonomian dengan meniadakan kesenjangan antara pemilik
modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan (orang miskin). Walaupun
tentunya, Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi dan mengakui adanya ketidaksamaan
ekonomi antar orang-perorangan.
5. Pertanggungjawaban (Ma’ad)
Konsep ini mengajarkan kepada
manusia bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan, apapun motifnya, akan
mendapat balasan. Dengan kata lain, terdapat reward dan punishment
(pahala dan siksa) atas segala bentuk perbuatan manusia. Karena itu, tidak
selayaknya jika manusia melakukan aktivitas duniawi, termasuk bisnis,
semata-mata untuk mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan akibat negatif
dari aktivitas itu di akhirat kelak.[6]
E. Nilai
Instrumental Ekonomi Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, dapat
diungkap lima nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada
tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya,
seperti:
1. Zakat
يَقُولُ
تَصَدَّ قُوا فَسَيَأْ تِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَمْشِي الرَّ جُلُ بِصَدَ
قَتِهِ فَلَا يَجِدُ
Bersedekahlah karena akan datang
suatu masa, yang mana seseorang bersedekah dan
tidak menemukan orang yang berhak menerimanya. (HR. al-Bukhori)
tidak menemukan orang yang berhak menerimanya. (HR. al-Bukhori)
Zakat memainkan peran penting dan
signifikan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, dan berpengaruh nyata pada
tingkah laku konsumsi. Zakat juga berpengaruh terhadap pilihan konsumen dalam
hal mengalokasikan pendapatannya untuk tabungan atau investasi dan konsumsi.
Tujuan utama dari zakat adalah menghilangkan kesenjangan antar kelas, dan terciptanya
pemerataan ekonomi bagi umat Islam yang masih belum terwujud sampai dengan
sekarang.
2. Pelarangan Riba
رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ وَ ثَمَنِ
الْكَلْبِ وَ كَسْبِ الْأَمَةِ وَلَعَنَ الْوَا شِمَةَ وَالْمُسْتَوْ شِمَةَ وَا
كِلَ الرِّبَا وَمُو كِلَهُ وَلَعَنَ الْصّوِّرَ
Rasulullah SAW melarang hasil dari
jual beli darah, anjing, pekerjaan budak dan Allah melaknat orang yang membuat
tato dan orang yang bertato, pemakan riba, yang memberi, dan melaknat tukan gambar.
(HR. al-Bukhori)
Hakikat pelarangan riba dalam Islam
adalah suatu penolakan terhadap resiko finansial tambahan yang ditetapkan dalam
transaksi uang maupun jual beli yang dibebankan kepada satu pihak saja,
sedangkan pihak lainnya dijamin keuntungannya.
3. Jaminan Sosial
النَّبِيِّ
صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ
عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ أَوْ قَالَ لَأَ خِيْهِ مَا يُحِبُّلِنَفْسِهِ
Nabi bersabda: ‘Demi Allah yang ruh
berada di kekuasaan-Nya, tidak dikatakan beriman sempurna, seseorang yang tidak
mencintai tetangganya atau saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
(HR. Muslim)
Hadits tersebut menganjurkan
seorang Muslim agar memperhatikan dan mempunyai kepedulian sosial yang tinggi,
khususnya kepada tetangganya yang ada di kiri kanannya, jika tetangga tersebut
tidak mampu memenuhi kebutuhannya maka ia berkewajiban membantunya.
4. Kerjasama Ekonomi
كَانَ
مُحَمَّدٌ يَقُولُ الْأَرْضِ عِنْدِي مِثْلُ مَالَ الْمُضَارَبَةِ فَمَا صَلُحَ
فِي مَالِ الْمُضَارَبَةِ صَلُحَ فِي الْأَرْضِ وَمَالَمْ يَصْلُحْ فِي مَالِ
الْمُضَارَبَةِ لَمْ يَصْلُحْ فِي الأْأَرْضِ قَالَ وَكَانَ لَا يَرَى بَأْسً أَنْ
يَدْفَعُ أَرْضَهُ إِلَى الْأَكَّارِ عَلَى أَنَ يَعْمَلَ فِيْهَا بِنَفْسِهِ
وَوَلَدِهِ وَأضعْوَا نِهِ وَبَقَرِهِ وَلَا يُنْفِقَ شَيْئًا وَتَكُونَ
النَّفَقَةُ كُلُّهَا مِنْ رَ بِّ الْأَرْضِ
Nabi Muhammad
SAW bersabda: ‘Bagiku bumi bagaikan harta mudharabah, apa yang baik pada harta
maka baik pula pada buminya, jika tidak baik maka tidak baik pula pada bumi
tersebut.’ Dan Nabi bersabda: ‘Tidak ada masalah memberikan buminya pada
pengelola tanah untuk digarap sendiri bersama anak, teman, dan pembantu dan
sapinya, dan tidak usah memberi sedekah, yang mengeluarkan sedekah ditanggung
oleh pemilik tanah. (HR. an-Nasa’i)
Islam memandang manusia mempunyai
kedudukan yang sama, tidak dikenal perbedaan kelas, manusia hanya saling
membantu satu sama lain dan melakukan kerjasama ekonomi.[7]
EVALUASI:
· Ekonomi adalah
perilaku-perilaku manusia dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang ada. Nilai-nilai
dalam ekonomi yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi.
· Kiblat kegiatan
ekonomi meliputi: ekonomi kapitalis (kebebasan mutlak), ekonomi sosialis
(kekuasaan pemerintah-Karl Marx), dan ekonomi Islam (sebagai penengah dan
penyelamat).
· Upaya pemerintah
dalam membawa masyarakat Indonesia non-muslim ke dalam ekonomi Islam adalah melalui
bank-bank syariah. Dari bank tersebut secara tidak langsung, masyarakat
non-muslim akan pindah dan mengikuti sistem ekonomi Islam. Diciptakannya bank-bank
adalah demi menghormati agama lain.
[1] Idri, Hadis
Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi (Jakarta: Kharisma Putra
Utama,
2015), hal., 1.
2015), hal., 1.
[2] Ibid., hal.
8-9.
[3] Ibid., hal.
2-3.
[4] Ibid., hal.
4-6.
[5] Ibid., hal.
10-17.
[6] Ibid., hal.
18-33.
[7] Ilfi Nur
Diana, Hadis-hadis Ekonomi (Malang: UIN MALANG PRESS, 2008), hal.,
20-30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar