Sabtu, 21 Oktober 2017

LARANGAN JUAL BELI DALAM ISLAM


A.      Larangan dalam Jual Beli Menurut Islam
Rasullullah sangat melarang sikap dan perilaku negatif dalam jual beli, diantaranya adalah:
1.    Jual beli dengan penipuan
 Penipuan dapat merugikan orang lain dan melanggar hak asasi jual beli yaitu suka sama suka. Orang yang tertipu jelas tidak suka karena haknya dikurangi atau dilanggar. Jual beli yang mengandung penipuan adalah jual beli sesuatu yang tidak diketahui hasilnya, atau tidak bisa diserahterimakan, atau tidak diketahui hakikat dan kadarnya, misalnya jual beli burung yang masih terbang diangkasa, jual beli binatang yang masih dalam kandungan induknya, dan sebagainya.  
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ(رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
“Dari Abu Hurairah katanya: Rasullullah SAW melarang jual beli dengan hashah(melempar batu/kerikil) dan jual beli dengan cara menipu.(HR.Muslim).
Hadis diatas menjelaskan tentang larangan Rasullullah terhadap dua jenis jual beli, yaitu jual beli yang disertai dengan penipuan dan jual beli, yaitu jual beli yang disertai dengan penipuan dan jual beli dengan cara mengundi, misalnya melempar kerikil pada barang yang akan dibeli. Jika lemparan itu terkena barang yang akan dibeli, maka terjadilah akad jual beli tersebut. Jual beli demikian dilarang dalam agama islam.
2.    Jual beli hashah
Yaitu jual beli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat.
3.    Jual beli dengan menyembunyikan cacat barang yang dijual.
Yaitu menjual barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Jual beli seperti ini tidak boleh karena mengandung unsur penipuan dan pemalsuan, maka seharusnya penjual harus memberitahu pembeli apabila ada cacat, apabila tidak maka ada ancaman dari Rasullullah dalam sabda:
عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ عَنِ النَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا فَاِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَافِى بَيْعِهِمَاوَاِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا (رَوَهُ مُسْلِمٌ).
Dari Hakim ibn Hizam dari Nabi SAW, ia bersabda, “Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah. Jika keduanya jujur, niscaya keduanya akan diberikan barakah pada jual beli mereka. Jika keduanya berbohong dan menyembunyikan(cacat barang), niscanya berkah jual beli mereka dihapus.” (HR. Muslim)
4.    Jual beli yang menjual barang yang sudah dibeli orang lain (bay’ rajul ‘ala bay’ akhih)
Barang yang sudah dibeli orang lain tidak boleh dijual kembali kepada orang lain lagi, karena barang yang sudah dijual itu menjadi milik pembeli sehingga penjual tidak boleh menjualnya kembali. Rasullullah bersabda :
عَنٍ ابْنِ عُمَرعَنِ النَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : لاَبَيْعِ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ اِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ).
“Dari Ibn ‘Umar bahwasanya Rasullullah saw bersabda, “janganlah sebagian kamu menjual sesuatu penjualan sebagian yang lain.” (HR. Muslim)
5.    Jual beli dengan cara mencegat barang dagangan sebelum sampai dipasar(bay’ al-hadhir li al-badi)
Yaitu mencegat pedagang dalam perjalanannya sebelum sampai di pasar sehingga orang yang mencegatnya dapat membeli barang lebih murah dari harga di pasar sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Rasullullah bersabda :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيْعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ وَلَاتَنَجَشُوْاوَلَايَبِيْعُ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيْهِ (رَوَاهُ البُخَرِىُ).
“Dari Abu Hurairah ia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW melarang orang desa menjual kepada orang kota, dan jangan menjual dengan cara curang (supaya harga barang_barang menjadi tinggi), dan janganlah seseorang untuk menjual atas jualan saudaranya. (HR. Al-Bukhari)
6.    Jual beli secara curang (najsyi’) supaya harga barang lebih tinggi.
Yaitu menawar harga tinggi untuk menipu pengunjung lainnya. Misalnya, dalam suatu transaksi atau pelelangan, ada penawaran atas suatu barang tertentu, kemudian ada seseorang yang menaikan harga tawarannya, padahal ia tidak berniat untuk membelinya. Dia hanya ingin menaikkan harganya untuk memancing pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik orang ini bekerja sama dengan penjual ataupuntidak. Orang yang menaikkan harga, padahal tidak berniat untuk membelinya telah melanggar larangan Rasullullah, sebagaimana sabdanya:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ نَهَى عَنِ النَّجْشِ (مُتَفَقٌ عَلَيْهِ).
“Dari Ibn ‘Umar bahwasanya Rasullullah SAW melarang jual beli nasyi”. (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
 7.    Jual beli dengan cara paksaan ( bay’ al- ikhrah)
Jika seseorang dipaksa untuk melakukan jual beli, maka jual beli itu tidak sah. Hanya saja, jika ada kerelaan setelah terjadinya paksaan, maka jual beli tersebut sah. Jual beli kategori ini tidak mengikat pembeli dan penjual sehingga keduanya mempunyai kebebasan memilih untuk meneruskan jual beli atau membatalkannya setelah paksaan terjadi. Rasullullah bersabda:
وَقَدْ نَهَى النَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ المُضْطَرِّ وَبَيْعِ الْغَرَرِعَنْ وَبَيْعِ الثَّمَرَةِ قَبْلَ أَنْ تُدْرِكَ (رَوَاهُ أَحْمَدُ)
“Sesungguhnya Nabi SAW melarang jual beli dengan unsur paksaan, jual beli dengan unsur penipuan, dan jual beli buah sbelum diketahui buahnya.” (HR. Ahmad ibn Hanbal)
8.    Jual beli Mukhadarah
Yaitu jual beli buah yang belum tampak atau jelas buahnya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist di atas, Rasullullah melarang jual beli buah sebelum diketahui keberadaan buah itu seperti apa. Jual beli demikian dilarang karena mengandung penipuan. Jual beli buah-buahan yang masih belum masak adalah dilarang karena tidak tentu kemungkinan buah-buah tersebut ditiup angin kencang atau tidak masak karena tangkainya mati. Dalam hadist lain Nabi besabda:
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ دِيْنَارٍأَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا تَبِيْعُوا الثَّمَرَحَتَّى يَبْدُوَصَلَاحُهُ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Dari ‘Abd. Allah ibn Dinar bahwasanya ia mendengar Ibn ‘umar berkata: Rasullullah SAW bersabda, “Jangan kalian membeli buah sebelum tampak matangnya.” (HR. Muslim).
9.    Jual beli barang yang diharamkan
Yaitu jual beli yang menjual barang haram seperti bangkai, babi, khamar, dan sebagainya. Barang-barang ini diharamkan berdasar firman Allah, misalnya dalam surah an-Nahl ayat 115 :
عَنْ جَبِربْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ اِنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ (رَوَاهُ الْبُخَرِىُ).
Dari Jabir bin Abd. Allah r.a. bahwa ia mendengar Rasullullah SAW bersabda pada tahun penaklukan kota Mekkah, pada waktu ia di Mekkah, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli Khamar.” (HR. al- Bukhori).
 10.     Jual beli barang yang tidak dimiliki
Misalnya, seorang  pembeli datang kepada seorang pedagang mencari barang tertentu. Adapun barang yang dicari tersebut tidak ada pada pedagang itu. Kemudian antara pedagang dan pembeli salaing sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekarang ataupun nanti, sementara itu barang belum menjadi hak milik pedagang atau penjual. Kemudian pedagang itu membeli barang yang dimaksud dan menyerahkan nya kepada pembeli. Jual beli seperti itu hukumnya haram, karena pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya. Rasullullah melarang cara jual beli seperti ini dengan bersabda :
لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ (رَوَاهُ الْبُخَرِىُ)
“ Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu.”(HR. al- Bukhori).
11.     Jual beli sesuatu yang tidk ada (bay’ ma’dum)
Yaitu menjual atau membeli sesuatu barang yang tidak ada. Misalnya , seseorang membeli buah mangga yang belum ada pohonnya. Hal ini didasarkan pada hadist diatas. Menurut ‘Ali Muhyi al-Din ‘Ali, tidak diragukan bahwa dari hadist di atas dapat dipahami larangan jual beli sesuatu yang tidak ada dalam kenyataan atau tidak berada dalam tanggungan seseorang.  Menurut ulama terdapat empat jenis jual beli barang yang tidak ada, yaitu:
a.    Barang yang tidak ada dan tidak mungkin ada selamanya baik menurut akal maupun kebiasaan, tidak boleh diperjualbelikan selamanya pula.
b.    Barang yang tidak ada waktu akad jual beli tapi kemungkinan ada setelah itu.
c.    Barang yang tidak ada mengikuti barang yang ada.
d.   Barang yang tidak ada yang disifati dengan tanggungan yang kemudian akan ada, seperti jual beli pesanan.
12.     Jual beli sesuatu sebelum diterima atau dimiliki (bay’ al-sil’ah qabl qabdhiha’)
Misalnya seseorang akan membeli suku cadang sepeda motor ke suatu dealer padahal di situ tidak tersedia kemudian dealer itu melakukan akad jual beli sambil mencari suku cadang itu di dealer lain. Hal ini dilarang sebagaimana sabda Rasullullah:
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ دِيْنَارٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَرَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلَايَبِعْهُ حَتَّى يَقْبِضُهُ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُ).

Dari ‘Abd. Allah ibn Dinar, katanya: Aku mendengar Ibn ‘umar r.a berkata: Rasullullah SAW bersabda, “ Barangsiapa membeli makanan, maka janganlah ia membeli(membayarnya)-nya hingga ia menerimanya.” (HR. Al- Bukhori)
13.     Jual beli secara ‘inah
Yaitu seseorang menjual barang kepada orang lain dengan pembayaran di belakang, kemudian orang itu membeli barang itu lagi dari pembeli tadi dengan harga yang lebih murah, tetapi dengan pembayaran kontan yang diserahkan kepada pembeli. Ketika sudah sampai tempo pembayaran, dia minta pembeli membayar penuh sesuai dengan harga yang ditentukan saat dia membeli barang. Ini disebut jual beli ‘inah (benda), karena benda yang dijual kembali lagi kepada pedagang semula. Hal ini adalah haram, karena hanya bersifat untuk menyiasati riba, Rasullullah bersabda :
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِوَرَضِيْتُمْ بِاالزَّرْعِ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّالَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُواإلَى دِيْنِكُمْ (رَوَاهُ اَبُوْدَاوُدُ).
Jika kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, dan kalian telah memegang ekor sapi, dan kalian rela dengan bercocok tanam, Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Allah tidak akan mengangkatnya sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud).
14.     Jual beli Muhaqalah
Yaitu jual beli tanaman yang masih berada di ladang atau sawah. Jual beli dengan cara ini dilarang karena ada kemungkinan mengandung riba. Rasullullah bersabda :
عَنْ جَابِرِبْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَا بَنَةِ وَالْمُخَابَرَةِ وَعَنْ بَيْعِ الثَّمَرِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلَاحُهُ وَلَا يُبَاعُ إِلَّا بِالدِّيْنَارِوَالدِّرْهَمِ إِلَّا الْعَرَايَا (رَوَاهَ مُسْلِمٌ).
Dari Jabir ibn ‘Abd. Allah, katanya : Rasullullah SAW melarang jual beli muhaqalah, muzabanah, mukhabarah, jual beli buah sebelum tampak matang. Tidak boleh diperjualbelikan kecuali dengan dinar dan dirham kecuali jual beli ‘ariyah.” (HR. Muslim)
15.     Jual beli Muzabanah
Yaitu jual beli buah yang basah dengan harga buah yang kering, atau menjual padi yang kering dengan harga padi yang basah. Hal ini dilarang karena padi atau biji-bijian yang basah akan mengakibatkan timbangan menjadi berat dan mengandung unsur penipuan dalam transaksi semacam ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ اَنَّهُ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُخَاضَرَةِ وَالْمُلَامَسَةِ وَالمُنَابَدَةِ وَالْمُزَابَنَةِ (رَوَاهُ الْبُخَرِيُ).
Dari Anas ibn Malik r.a. ia berkata : Rasullullah melarang jual beli muhaqalah, mukhadarah, mulamasah, munabadzah, dan muzabanah.” (HR. al-Bukhori).
16.     Jual beli Munabadzah
Yaitu jual beli dengan melempar barang yang ingin dijual. Barang yang dilemparkan oleh penjual kemudian ditangkap oleh pembeli, tanpa mengetahui apa yang akan di tangkap itu. Jual beli dengan cara ini tidak sah karena menimbulkan penipuan dan adanya ketidaktahuan (al-jalalah).
17.     Jual beli Mulamasah
Yaitu apabila seseorang mengusap baju atau kain, maka wajib membelinya. Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata: “Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian.” Atau “Barang yang sudah kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian”. Jual beli yang demikian dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan di dalamnya terdapat unsur pemaksaan.
18.     Jual beli Muzabanah
Yaitu jual beli kurma dengan kurma yang masih ada diatas pohonnya. Hal ini dilarang sebagaimana sabda Nabi:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُزَابَنَةِ وَالْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةُ اِشْتِرَاءُالثَّمَرِبِالتَّمْرِفِى رُؤُوسِ النَّخْلِ (رَوَاهُ الْبُخَرِيُ).
Dari Abu Sa’id al- Khudzri r.a. bahwasanya Rasullullah SAW melarang jual beli muzabanah dan muhaqalah. Yang dimaksud dengan jual beli muzabanah adalah jual beli kurma dengan kurma yang masih ada diatas tangkainya.” (HR. al-Bukhori).
19.     Jual beli bersyarat
Yaitu jual beli yang dikaitkan dnegan syarat tertentu. Jual beli besyarat ini dilarang oleh Rasullullah
          sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh al- Thabrani:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ عَنْ بَيْعٍ وَشَرْطٍ (رَوَاهُ الطَبْرَنِىُ)
Rasullullah SAW melarang jual beli dengan syarat.” (HR. Thabrani).
20.     Jual beli dengan cara penimbunan barang
Yaitu seseorang membeli suatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan kelangkaan/sulitnya didapat dan harganya yang tinggi. Dengan kata lain, penimbunan mendapatkan keuntungan yang besar dibawah penderitaan orang lain. Rasullullah melarang menimbun harta sebagaimana dalam hadistnya berikut:
عَنْ مَعْمَرٍقَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنِ اِحْتَكَرَفَهُوَخَاطِئٌ (رَوَاهُ مُسْلِمْ)
Dari Ma’mar ia berkata, Rasullullah SAW bersabda: “ Barang siapa yang menimbun barang, maka ia bersalah(berdosa).” (HR. Muslim).
21.     Jual beli sperma binatang
Rasullullah melarang seseorang menjual sperma binatang jantan yang digunakan untuk membuahi binatang betina sehingga bisa melahirkan, sebagaimana sabdanya:
عَنْ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ نَهىَ النَّبِىُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَسْبِ الْفَحْلِ(رَوَاهُ الْبُخَرِيْ)
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.alia berkata: Rasullullah SAW melarang seseorang menjual sperma binatang jantan.” (HR. al-Bukhori).[1]



[1] Idri, Hadis Ekonomi (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), hal. 159-171.

1 komentar:

LARANGAN JUAL BELI DALAM ISLAM

A.       Larangan dalam Jual Beli Menurut Islam Rasullullah sangat melarang sikap dan perilaku negatif dalam jual beli, diantaranya adal...